Kamis, 12 Februari 2009

Ikhlas

Kemarin, seorang terman curhat melalui SLJJ kepada saya. Ia bercerita dengan suara yang terbata-bata tentang orang tuanya yang harus dilarikan ke rumah sakit dan juga sembari menceritakan pelayanan Rumah Sakit (RS) Pemerintah yang dianggapnya amburadul.

Dikisahkannya, sesampai di rumah sakit, di ruang tunggu unit gawat darurat, sang orang tua tersebut tidak langsung menerima perawatan, melainkan mereka harus di interview terlebih dahulu dengan beberapa pertanyaan dan disodorkan selembar kertas buram yang harus ditandatangani untuk pertanggungjawaban biaya yang harus dibayar oleh pasien. Walaupun dipenuhi dengan perasaan jengkel dan kesal yang bercampur aduk menjadi satu, akhirnya teman saya (mewakili keluarga pasien) menandatangani "prosedur" tersebut.

Setelah "proses" tersebut usai, sang orang tua akhirnya diperiksa "ala kadarnya", dan itupun dipenuhi dengan suasana "gagap teknologi" dari petugas jaga. Karena "mungkin" merasa tidak sanggup menghadapi kondisi pasien, kemudian salah seorang petugas mencoba menghubungi blog dokter jaga yang setali tiga uang ternyata tidak standbye di tempat. Setelah dihubungi via telepon selular, beberapa saat berselang sang dokter jagapun tiba. Setelah dilakukan pemeriksaan, akhirnya sang dokter mengambil kesimpulan untuk menyematkan alat pernafasan tambahan hp O2 seperti punya saya.

Setelah melakukan diagnosa, dokter tersebut menyarankan kepada pihak keluarga, agar pasien dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar. Tetapi ironisnya, saat akan dibawa ke mobil ambulance, alat pernafasan tambahan itu dilepas dan di dalam mobilpun alat pernafasan itu tidak dikenakan, sehingga keluarga panik mengamati orang tuanya "megap-megap". Walaupun sudah menyampaikan berbagai argumen, pihak RS tetap nyante aza, seperti tidak peduli dengan kesehatan dan keselamatan pasien.

Kemudian mobil ambulance terus melaju kencang menuju RS rujukan yang berjarak cukup jauh itu. Di dalam mobil ambulance teman saya terus menangis sambil memanjatkan berbagai doa untuk kesehatan orang tuanya. Tak lama berselang...akhirnya sang orang tuapun berpulang kepada-NYA.

Kisah diatas merupakan sekelumit kisah "unik" tentang layanan RS pemerintah, mulai dari pelayanan loket yang ketus, cemberut dan tidak ramah , pelayanan RS yang terlalu birokratis, pilih kasih jika orang miskin datang maka pelayananpun lelet, Asuransi Kesehatan yang tidak "laku", bayi tertukar dan lain-lain.

Pada kesempatan ini saya hanya berpesan dan menggugah kepada saya pribadi dan rekan-rekan yang mengabdikan diri sebagai "pelayan masyarakat" untuk JANGAN SOMBONG dan IKHLAS dalam melaksanakan tugas. Pekerjaan yang kita jalani saat ini adalah pilihan kita. Garisan tangan kita. Mari kita hargai, ingat dan renungkan bahwa semua itu AMANAH!

Apakah kita tidak berfikir bagaimana perasaan yang kita terima jika hal seperti itu menimpa keluarga kita...? Tahukah kita jika kita ikhlas melakukan segala sesuatu akan menerima imbalan dan pahala dari-NYA? Mari mulai saat ini kita berikan "senyuman" kita untuk semua orang...(*jadi ingat lagunya mbak Ikke Nurjanah..hiks).

Tiada gading yang tak retak ...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar