Sabtu, 28 Februari 2009

Hitam di Atas Putih

Bagi sebagian kalangan, bayang-bayang masa lalu sedemikian lekat dalam pemikirannya. Bayang-bayang itu sangat melekat karena memiliki pengaruh psikologis yang sangat mendalam, dan biasanya hal ini terjadi karena sesuatu yang cukup menonjol, baik dari sisi positif ataupun negatifnya.

Kondisi diatas saya simpulkan sendiri pada saat setelah ngobrol ngalor ngidul dengan seorang teman di saat kami sedang "putar-putar cari angin". Ia terlihat sangat kecewa ketika menunjukkan suatu kawasan perkebunan yang dahulunya pernah diusahai oleh orang tuanya sebagai perkebunan kelapa sawit, namun sekarang sudah diserobot maling.

Diungkapkannya, bahwa memang lahan tersebut dijual oleh pihak pertama kepada orang tuanya tanpa dilengkapi dengan surat menyurat resmi, dengan berbagai alasan klasik seperti masih terikatnya hubungan keluarga antara penjual dan pembeli, letak lahan yang agak terpencil di pelosok desa, repot dan tidak ada waktu mengurus surat menyurat dan berbagai alasan lain, sehingga terdapat "bagian alat vital" yang terabaikan.

Memang nasi telah menjadi bubur, penyesalan tentu datangnya terakhir. Dengan tatapan mata kosong dan berkaca-kaca, sang teman tetap menyesalkan tindakan orang tuanya. Ia berandai-andai, jika saja segala urusan "hitam diatas putih" yang berkaitan dengan surat-surat tanah tersebut dahulunya segera diselesaikan, mungkin nasib keluarga mereka tidak seperti sekarang ini.

Ternyata hidup ini bukanlah sembarangan, semua ada aturannya. Sejak lahir, balita, remaja, dewasa hingga akhir hayatpun kita diatur. Contohnya terbukti sejak baru lahir, orang tua kita segera menguruskan Akta Kelahiran, setelah sudah cukup dewasa-pun (menikah dan atau diatas usia 17 tahun), sebagai warga negara yang baik kita wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan seterusnya. Makanya dikenal istilah de facto dan de jure. Artinya secara de facto sekampungpun orang menyaksikan anak kita dilahirkan, tanpa di uruskan Akta Kelahirannya (de jure), negara dan Pemerintah tetap tidak akan melegalisasikannya. Dan hal inilah yang mungkin sering disebut-sebut orang sebagai arsip......???

Hmmm, ternyata benar, yang namanya arsip memegang peranan yang sangat penting. Walaupun telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan, yaitu Undang undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan, hal-hal yang berkaitan dengan kearsipan tetap masih belum mendapat perhatian yang maksimal. Padahal sudah sangat jelas tujuan kearsipan adalah untuk menjamin keselamatan bahan pertanggungjawaban nasional, tentang perencanaan, pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan kebangsaan serta untuk menyediakan bahan pertanggungjawaban tersebut bagi kegiatan Pemerintah.

Banyak contoh berbagai polemik yang melanda sejarah bangsa dan negara kita yang seharusnya tidak perlu terjadi jika kita memiliki dokumen dan arsip yang jelas, misalnya yang termasuk top adalah polemik tentang Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), yang akhirnya menimbulkan kontradiksi, fitnah, sementara fitnah lebih kejam dari pembunuhan dan pembunuhan adalah dosa!? Begitu juga dengan masalah sengketa wilayah, sengketa perdata dan lain-lain yang sesungguhnya semua dapat "diobati" dengan keberadaan arsip yang mumpuni.

Sangat jarang orang yang memiliki kepedulian tentang arsip sebagaimana Pak Suryadi seorang dosen dan peneliti di Leiden University, Belanda. Kecenderungannya justru masih banyak orang yang menganggap arsip adalah sepele dan tidak perlu, tetapi seharusnya kita ingat, kitab suci agama kita, yang kita yakini kebenarannya sebagai Firman Tuhan adalah contoh dari sebuah arsip yang terawat. Bahkan secara ekstrim, arsip juga masih dianggap sebagai setumpukan kertas-kertas busuk, yang diikat oleh tali plastik, yang diatas tumpukan itu banyak terdapat debu dan di sudut ruangan penyimpanannya banyak sarang laba-laba....Ohh, sangatlah naif!

Mulai sekarang,............. salah satu strategi untuk menciptakan perasaan "nyaman" sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai sumber penelitian/pengetahuan dalam berbagai sendi kehidupan adalah dengan mulai berfikir untuk menyelamatkan, menjaga dan mengelola arsip secara benar, sebagai saksi dan bukti yang tak pernah mati, paling tidak, Blog kitapun akan berfungsi sebagai arsip digital pribadi hasil karya kita masing-masing.

Jika anda yakin dengan postingan saya ini, silahkan ajak keluarga, kerabat dan teman-teman untuk mencontreng photo saya pada pemilu yang akan datang memberikan komentar sebanyak-banyaknya pada postingan ini. Ibarat Golkar yang menyatakan kami memberi bukti, bukan janji..., sayapun menyatakan demikian, kalau tidak percaya silahkan teman-teman membeli plus mengendarai mobil dan atau sepeda motor "bodong", kalau ada razia dari polantas, jamin deh jantungan.....he...he.....

Tiada gading yang tak retak

Selasa, 24 Februari 2009

Cinta dan Jablai

Bicara soal cinta adalah membicarakan soal perasaan. Banyak pihak yang menghambakan cinta, banyak pihak yang mengagungkan cinta, karena memang cinta itu indah dan mengindahkan. Menurut kamus elektronika ini, cinta ternyata memiliki beragam pengertian, mulai dari cinta terhadap keluarga, terhadap teman-teman, hingga cinta akan negara dan bangsanya.

Cinta menurut Fromm adalah perasaan simpati yang melibatkan emosi yang mendalam, sehingga diperlukan empat syarat untuk mewujudkannya yaitu : pengenalan, tanggung jawab, perhatian dan saling menghormati. Jika kita memiliki empat rasa ini, yakinlah hidup di dunia yang fana ini akan sangat terasa indah, tidak akan ada lagi saling tikam, saling gunting dalam lipatan, saling hasut, saling fitnah, saling bunuh dan lain-lain.

Bagi saya hidup tanpa cinta bagaikan makan sayur tanpa garam, tapi hati-hati, jika kita kebanyakan mengkonsumsi garampun bisa mengakibatkan darah tinggi, dan dapat bermuara kepada stroke, yang merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi bio-kimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu.

Saya pernah beberapa kali merasakan manisnya tebu cinta. Saat itu dikala saya masih remaja, tepatnya masih duduk di bangku SLTP, saya sudah mengenal cinta. Saking indahnya, serasa dunia milik berdua. Kalau tak jumpa, perasaan menjadi galau seakaan teriris sembilu. Yah, memang, hal itu tidak terelakkan karena sudah merupakan suatu proses alamiah dan wajar dari perkembangan psikologis manusia. Cinta seakan membutakan mata lahir dan mata bathin, intinya, tanpa cinta hidup takkan berarti.

Setelah usai petualangan cinta monyet perdana itu, saya terus mengembara cinta, walaupun saya tidak menjadi pemilik playboy, hingga akhirnya petualangan cinta itu berakhir pada sang tambatan hati, yang telah membuahkan putra dan putri yang sehat, cerdas dan menggemaskan. Alhamdulillah......

Atas kisah sok romantis diatas, saya jadi teringat dengan bangsa kita. Beratus tahun kita berusaha untuk merebut, mencapai dan memiliki kemerdekaan. Terlalu banyak korban jiwa, raga dan harta yang melayang. Akhirnya, atas perjuangan segenap komponen bangsa, di tanggal 17 Agustus 1945 kita berhasil mencapainya. Sekarang, di saat usia kemerdekaan bangsa yang hampir mencapai 64 tahun, kita harusnya sudah bisa mereview, apa saja yang telah kita perbuat untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan???

Ternyata, kita masih sepele dalam menjaga kemerdekaan, betapa tidak pada tahun 1999 yang lalu kita kehilangan Timor Timur. Ditambah lagi dengan saat-saat ephoria reformasi dan otonomi daerah, beberapa daerah yang merasa "kaya" dan merasa mendapat "perlakuan yang tidak adil dari Pemerintah" mulai bersuara untuk "merdeka". Di tahun 2002 Pulau Sipadan-Ligitan pun lepas. Belum lagi berbagai property kita yang tergadai dan merupakan kado pahit di hari kebangkitan 100 tahun bangsa Indonesia.

Sebagaimana diketahui, bahwa banyak pulau-pulau terluar kita kita berbatas dengan banyak negara (Kilas Balik Ambalat, 2006), mulai dengan India (P. Rondo), Malaysia (P. Berhala, P. Kalimantan, P. Ambalat), Singapura (P. Nipah), Vietnam (P. Sekatung), Palau (P. Fanildo, P. Brass dan P. Fani), Timor Leste (P. Batek dan P. Dana), Papua New Guinea dan Australia (P. Irian) dan yang saat ini menjadi sorotan media adalah Philipina ( P.Miangas, P. Marore dan P. Marampit). Dan di saat-saat terakhir ini, sudah mulai negara-negara tetangga mengutak atik wilayah perbatasan seperti daratan kalimantan bagian utara, kepulauan-kepulauan terluar Indonesia di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, kepulauan di wilayah Provinsi Sulawesi Utara dan lain-lain.

Untuk itu, jika kita cinta kepada negara dan bangsa ini, saya berharap Pemerintah harus membaca postingan saya dan dapat lebih memperhatikan berbagai aspek yang menyangkut wilayah perbatasan, antara lain dimulai dengan memperhatikan pembangunan infrastruktur dan peningkatan akses, penggiatan kehidupan perekonomian, peningkatan pelayanan publik, penguatan keamanan dan keberadaan Angkatan Bersenjata dan lain-lain. Jika kita ibaratkan hal ini dengan cinta, masyarakat di perbatasan adalah kekasih kita, namun jika sang kekasih di sepelekan, dicuekin hingga akhirnya jablai, tentu sang kekasih akan berpaling kepada pihak-pihak yang benar-benar setia mendampinginya dalam suka dan duka...

Ingat...! Kita adalah bangsa yang besar, jangan beri kesempatan pihak-pihak lain untuk mengobok-obok kedaulatan bangsa kita. Kita harus menjadi bangsa yang kuat dan disegani. Kita harus punya Angkatan Bersenjata yang handal, profesional dan modern. Jangan cepat bangga dengan segelintir pesawat tempur sukhoi yang "korban lock", dengan segelintir F-16, konon lagi pesawat tempur "kebanggaan" sekelas A4 skyhawk, F 5 Tiger, tank amphibi tahun 1950-an yang macet-macet, kapal perang eks Jerman yang sudah uzur dan berkarat ??? Apakah kita ingin "cinta kita itu terlepas begitu saja"? Tentu tidak....

Saya hanya khawatir..kejadian "pahit di masa lalu"" akan terulang jika kita sepelekan semua ini..!

Tiada gading yang tak retak ...

Senin, 16 Februari 2009

Ada Apa Dengan FILM Indonesia??


Setelah beberapa bulan ke belakang mungkin rekan-rekan telah mengetahui banyak FILM Indonesia yang telah beredar di bioskop-bioskop.Saya pribadi sungguh prihatin ada beberapa dari FILM tersebut yang terkesan "ASAL BUAT SAJA". Maaf kalau saya mengatakan demikian.
Beberapa FILM tersebut sangat-sangat kurang memperhatikan kualitas dan malah banyak HAL-HAL yang tidak layak ditunjukkan untuk publik, mengingat bangsa kita memiliki Adat Timur yang cukup baik dikenal orang banyak.
Kebudayaan BEBAS ala barat seakan dibenarkan dan sudah biasa untuk diikuti oleh Bangsa Kita. Sedikit sekali FILM-FILM kita yang benar-benar mengandung nilai positif untuk bisa diaplikasikan di kehidupan kita.
Saya Prihatin benar melihat keadaan seperti ini. Bila anda sebagai orang tua, saya sarankan untuk tidak mudah memberi izin anak-anak anda untuk menonton FILM sembarangan. JANGAN BIARKAN GENERASI PENERUS BANGSA INI SEMAKIN RUSAK KARENA KEBEBASAN MEDIA YANG KEBLABASAN.

Kamis, 12 Februari 2009

Ikhlas

Kemarin, seorang terman curhat melalui SLJJ kepada saya. Ia bercerita dengan suara yang terbata-bata tentang orang tuanya yang harus dilarikan ke rumah sakit dan juga sembari menceritakan pelayanan Rumah Sakit (RS) Pemerintah yang dianggapnya amburadul.

Dikisahkannya, sesampai di rumah sakit, di ruang tunggu unit gawat darurat, sang orang tua tersebut tidak langsung menerima perawatan, melainkan mereka harus di interview terlebih dahulu dengan beberapa pertanyaan dan disodorkan selembar kertas buram yang harus ditandatangani untuk pertanggungjawaban biaya yang harus dibayar oleh pasien. Walaupun dipenuhi dengan perasaan jengkel dan kesal yang bercampur aduk menjadi satu, akhirnya teman saya (mewakili keluarga pasien) menandatangani "prosedur" tersebut.

Setelah "proses" tersebut usai, sang orang tua akhirnya diperiksa "ala kadarnya", dan itupun dipenuhi dengan suasana "gagap teknologi" dari petugas jaga. Karena "mungkin" merasa tidak sanggup menghadapi kondisi pasien, kemudian salah seorang petugas mencoba menghubungi blog dokter jaga yang setali tiga uang ternyata tidak standbye di tempat. Setelah dihubungi via telepon selular, beberapa saat berselang sang dokter jagapun tiba. Setelah dilakukan pemeriksaan, akhirnya sang dokter mengambil kesimpulan untuk menyematkan alat pernafasan tambahan hp O2 seperti punya saya.

Setelah melakukan diagnosa, dokter tersebut menyarankan kepada pihak keluarga, agar pasien dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar. Tetapi ironisnya, saat akan dibawa ke mobil ambulance, alat pernafasan tambahan itu dilepas dan di dalam mobilpun alat pernafasan itu tidak dikenakan, sehingga keluarga panik mengamati orang tuanya "megap-megap". Walaupun sudah menyampaikan berbagai argumen, pihak RS tetap nyante aza, seperti tidak peduli dengan kesehatan dan keselamatan pasien.

Kemudian mobil ambulance terus melaju kencang menuju RS rujukan yang berjarak cukup jauh itu. Di dalam mobil ambulance teman saya terus menangis sambil memanjatkan berbagai doa untuk kesehatan orang tuanya. Tak lama berselang...akhirnya sang orang tuapun berpulang kepada-NYA.

Kisah diatas merupakan sekelumit kisah "unik" tentang layanan RS pemerintah, mulai dari pelayanan loket yang ketus, cemberut dan tidak ramah , pelayanan RS yang terlalu birokratis, pilih kasih jika orang miskin datang maka pelayananpun lelet, Asuransi Kesehatan yang tidak "laku", bayi tertukar dan lain-lain.

Pada kesempatan ini saya hanya berpesan dan menggugah kepada saya pribadi dan rekan-rekan yang mengabdikan diri sebagai "pelayan masyarakat" untuk JANGAN SOMBONG dan IKHLAS dalam melaksanakan tugas. Pekerjaan yang kita jalani saat ini adalah pilihan kita. Garisan tangan kita. Mari kita hargai, ingat dan renungkan bahwa semua itu AMANAH!

Apakah kita tidak berfikir bagaimana perasaan yang kita terima jika hal seperti itu menimpa keluarga kita...? Tahukah kita jika kita ikhlas melakukan segala sesuatu akan menerima imbalan dan pahala dari-NYA? Mari mulai saat ini kita berikan "senyuman" kita untuk semua orang...(*jadi ingat lagunya mbak Ikke Nurjanah..hiks).

Tiada gading yang tak retak ...


Rabu, 04 Februari 2009

Barter

Dijaman dahulu, di saat manusia belum mengenal fungsi uang, manusia menggunakan sistem barter atau sistem pertukaran antara barang atau jasa dengan barang atau jasa lainnya. Akibat sulitnya untuk menemukan kesamaan keinginan dalam pertukaran barang dengan sistem barter, maka dipergunakanlah uang sebagai alat pembayaran yang sah dan diterima dengan suka rela.

Kesulitan yang dialami oleh manusia dalam barter adalah kesulitan mempertemukan orang-orang yang saling membutuhkan dalam waktu bersamaan. Kesulitan itu telah mendorong manusia untuk menciptakan kemudahan dalam hal pertukaran, dengan menetapkan benda-benda tertentu sebagai alat tukar. Sampai sekarang barter masih dipergunakan pada saat terjadi krisis ekonomi di mana nilai mata uang mengalami devaluasi akibat hiperinflasi.

(lagi-lagi) Di negara kita barter bukan hanya digunakan pada saat devaluasi semata, namun juga banyak digunakan oleh oknum-oknum aparat yang mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Contoh kasus yang jelas adalah terlihat pada beberapa kasus kecelakaan transportasi. Sebagaimana diungkap oleh Menteri Perhubungan RI pada Majalah Tempo edisi 19-25 Januari 2009 pasca tenggelamnya kapal Van Der Wijk Teratai Prima di kawasan perairan "Segitiga Bermuda Indonesia" Masalembo yaitu sedikitnya ada 103 nama yang dilaporkan ke posko Pare-pare tapi tidak tercatat dalam manifes. Dari 35 korban selamat juga hanya ada 14 nama yang terdaftar di manifes, selain itu peralatan keselamatan kapal juga sangat tidak memadai.

Belum lagi dengan kejadian-kejadian lain seperti pesawat terbang Boeing 737-200 dari Maskapai Mandala Airlines yang jatuh dan terbakar di sekitar bandara Polonia tahun 2005 yang lalu yang menewaskan sekitar 143 orang diantaranya Gubernur Sumut (Tengku Rizal Nurdin) dan mantan Gubernur Sumut periode sebelumnya (Raja Inal Siregar) yang ternyata "mungkin" disebabkan kelebihan muatan, sehingga pesawat kehilangan daya angkut, dan setelah diperiksa, ternyata muatan yang berlebih itu ternyata adalah buah durian!

Nah, beberapa alasan penyebab kecelakaan seperti contoh kasus diatas merupakan alasan yang sangat tidak masuk di akal. Pihak yang menangani traffic rank transportasi seperti Administrasi Pelabuhan, Dinas Perhubungan (LLAJ), PT KAI dan lain-lain yang sesungguhnya pihak yang paling bertanggung jawab terhadap "pelanggaran-pelanggaran" itu. Mengapa bisa terdapat kelebihan penumpang? Mengapa kendaraan yang sesungguhnya tidak laik masih diperkenankan untuk beroperasi? Dan lain-lain....Kan mereka punya kewenangan untuk itu semua!

Jawabannya tiada lain tiada bukan adalah berlangsungnya proses rent seeking, yaitu adanya oknum-oknum yang "mengeruk keuntungan" dari kejadian ini. Dengan kata lain, oknum petugas sudah jelas-jelas melakukan proses barter masa kini yaitu barter antara uang masuk dengan nyawa.

Seharusnya, melalui Institusi terkait seperti Departemen Perhubungan ataupun Kementerian Negara BUMN harus menindak tegas oknum-oknum yang mencoba "main empat mata", serta meningkatkan pengawasan internal sehingga tidak menjadi preseden buruk di masa yang akan datang.

Kita seakan cenderung berprinsip seperti keledai, dengan rela dan bangga jatuh dua kali di lubang yang sama. Padahal untuk mengantisipasi kecelakaan transportasi, Pemerintah sudah membentuk Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) pada tahun 1999 yang lalu dengan visi : (baca baik-baik) "Meningkatnya keselamatan transportasi dengan berkurangnya kecelakaan oleh penyebab serupa".

Jika membaca beberapa hasil laporan investigasi KNKT kepada saya yang dikaitkan dengan kewenangannya, dapat diketahui bahwa KNKT telah membeberkan secara detail hasil investigasi dan penelitian yang meliputi analisis dan evaluasi sebab-sebab terjadinya kecelakaan transportasi, memberikan rekomendasi bagi penyusunan perumusan kebijaksanaan keselamatan transportasi dan upaya pencegahan kecelakaan transportasi serta melakukan penelitian penyebab kecelakaan transportasi dengan bekerjasama dengan organisasi profesi yang berkaitan dengan penelitian penyebab kecelakaan transportasi.

Kita tidak pernah menghargai arti sebuah nyawa. Coba lihat negara yang kita anggap sebagai Zionis, hanya dengan salah satu dalih untuk membebaskan seorang kopral hitler, mereka langsung menyerang Palestine. Kalau kita....? TKI dianiaya, tidak digaji, diperkosa, dibunuh dan lain.....kita hanya diam dan diam...

Jika kita masih berkutat dengan sistem dan budaya yang ada seperti sekarang ini, sangatlah wajar jika kita terus terpuruk. Moda transportasi kita akan terus carut marut, bahkan Maskapai Penerbangan Nasional dicekal dan dicemoohkan di luar negeri! Lantas dimana harga diri kita..?

Tiada gading yang tak retak ...


Minggu, 01 Februari 2009

Page Rank aku Naik!!

Beneran gak menyangka,malam ini terasa begitu beda dan bersemangat!!
setelah sekian lama tidak bergelut di dunia blogger,ada keinginan saya untuk men_cek page rank saya, dan hasilnya...alhamdulillah..
berdasarkan versi "om google" blog saya akhirnya mendapat page rank bernilai "3", terima kasih buat "om google" dan kepada rekan-rekan blogger yang telah berkunjung di blog saya yang biasa ini..terima kasih..terima kasih
Semoga untuk kedepannya kita tetap semangat untuk gemar menulis!!
salam blogger