Jumat, 05 Desember 2008

Rumah Kita Semakin Sempit!

Sejak bergulirnya era repotnasi reformasi yang kemudian disusul dengan penitikberatan otonomi daerah pada Kabupaten/Kota hingga saat ini saya merasakan Indonesia semakin sesak…..semakin sempit. Hal ini bukan karena saya tidak sepakat dengan pelaksanaan reformasi ataupun otonomi daerah, saya sangat sependapat, tetapi disayangkan masih banyak kalangan yang tidak memandang secara makro makna dari "reformasi dan otonomi daerah" itu.

Di berbagai media baik cetak maupun elektronika terbaca, terdengar dan tergaung jargon-jargon politik dari calon-calon “politikus” yang mengatasnamakan dirinya sebagai orang yang paling tidak pantas memimpin dan dipilih, dengan statemennya : “saya adalah PUTRA ASLI DAERAH. Saya dilahirkan didaerah ini, Saya dibesarkan di daerah ini !” Sangat jarang diantara mereka yang pernah berucap : Saya telah berbuat didaerah ini, Saya akan selalu komit terhadap pembangunan dan kemajuan daerah ini dll…!

Padahal sewaktu saya dulu sekolah, sejak taman kanak-kanak hingga ke jenjang pendidikan terakhir, selalu diberikan wejangan dari ortu, guru atawa dosen tentang nasionalisme. Bahwa Indonesia adalah NKRI. Bhinneka Tunggal Ika. Tidak bisa ditawar-tawar dan merupakan harga mati!

Maaf teman-teman…..saya memang bukan ahli politik, apalagi ahli strategi. Saya hanya manusia biasa yang tak mungkin terlepas dari kesalahan. Saya sangat prihatin, hati saya terasa teriris oleh sembilu Saya merasakan kesedihan yang luar biasa mendengar “pendikotomian” ini…hiks…(*pura-puranya meneteskan air mata…)…

Terus terang teman, saya hingga saat ini belum tahu, apa pengertian atau definisi Putra Asli Daerah (PAD) itu……….

Apakah orang yang terlahir disuatu daerah, kemudian dalam usia 1 hari meninggalkan tanah kelahirannya menuju daerah lain dan baru kembali ke tanah kelahirannya setelah mendaftar menjadi politikus? Atau orang yang lahir di daerah lain, kemudian sejak usia 1 hari tiba didaerah kita hingga dewasa tetap di daerah kita, hingga tiba waktunya ia mendaftarkan diri sebagai balon politikus? ….

Entahlah, yang jelas pemikiran PAD secara sempit benar-benar telah tertanam di sebagian besar masyarakat kita. Kasihan dan ironis tentunya. Karena “kepentingan sesaat” pikiran mereka telah terkontaminasi. Seharusnya, di era demokratisasi seperti ini kita memberikan pencerahan dan pendidikan politik bukan justru “menggelapkan”.

Kemudian saya merenung, apakah tidak boleh orang madura jualan sate di tanah batak?. Apakah tidak boleh orang batak mencari rezeki di tangerang? Apakah tidak boleh orang palembang berjualan pempek di Bandung? Apakah harus kita tutup rumah makan minang yang ada disebelah rumah kita? Lalu bagaimana dengan teman-teman kita di luar negeri?

Saya teringat statemen perkenalan dengan mantan “komandanku” Mayjen CPM (purn) IGK Manila : Saya adalah Putra Asli Indonesia, tetapi kelahiran Bali. Sungguh bukan pengkotak-kotakan! Kalau memang sudah tidak boleh lagi kita mencari sesuap nasi di “tanah rantau” dan hanya boleh mengais rezeki di “kampung sendiri”…itulah kepicikan kita. Itulah kemunduran kita…Kita terjerumus dalam pemikiran PRIMORDIALISME dan NASIONALISME yang sempit, dan jika hal ini terus kita pelihara…mudah-mudahan kita tetap akan menjadi katak dalam tempurung!

Untuk membangun daerah dan bangsa dibutuhkan suatu komitmen yang tegas, dibutuhkan konsistensi yang jelas dan terarah, bukan hanya bermodalkan Putra Asli Daerah belaka. Bagaimana menurut teman-teman, "pulang kampung" kita???? Sekalian merayakan IDUL ADHA 1429 H, dan tak lupa Mohon maaf lahir dan bathin…

Tiada gading yang tak retak …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar