
Karena ID penelpon sudah saya kenal dan memiliki hubungan yang cukup baik, maka langsung saya angkat telepon itu, dan terjadi percakapan yang cukup panjang, dan inilah beberapa “kutipan” dari pembicaraan kami tersebut :
BM : Selamat sore dan Assalaamu ‘alaikum Pak..
Saya : Ya, selamat sore... Wa ‘alaikum salam mas, apa kabar nih..?
BM : Alhamdulillah baik-baik saja Pak…
Saya : “Oooh...syukurlah....kira-kira ada apa nih mas”? tanyaku.
BM : Iya...begini pak,...maaf sebelumnya, ada hal yang akan saya sampaikan, tapi jangan sampai Bapak merasa tersinggung, karena saya akan menyampaikan informasi yang sangat penting...
Saya : Silahkan mas, tidak apa-apa kok, asal untuk kebaikan kita bersama.
BM : Maaf pak, Saya tadi menerima telepon dari seseorang (08**60******/pra bayar) yang mengaku-ngaku sebagai bapak. Ia (bapak) mengaku menerima tamu dari “Bawah Pusat”, dan meminta saya untuk turut membantu biaya untuk kembali ke “Bawah Pusat”, dengan mengirimkan sejumlah uang ke rekeningnya...! Karena saya curiga terhadap suaranya yang tidak mirip dengan suara bapak dan tidak menggunakan nomor hp yang biasa bapak gunakan, maka saya langsung menjawab bahwa saya belum punya “rejeki”... (singkat cerita…) Lantas diapun menjawab, okelah kalau Bapak tidak mau berpartisipasi ...(dengan nada mengancam dan sok jagoan!)..
Saya : Terus bagaimana mas?
BM : Itulah sebabnya saya langsung konfirmasi kepada Bapak..
Singkatnya …(supaya gak makan bandwidth…he..he......), akhirnya saya jelaskan kepada sang BM, bahwa selama saya bertugas, tidak pernah melakukan hal sepicik itu. Tak luput sayapun mengucapkan terima kasih kepada sang BM yang telah melakukan konfirmasi kepada saya. Dibalik ucapan terima kasih itu, saya tetap dibayang-bayangi dengan perasaan khawatir, karena tidak menutup kemungkinan nama saya “dijual” pada beberapa korban lain, yang bermuara pada menurunnya kepercayaan dan kredibilitas saya! Ce ileh…..macam bettuull azaa….
Atas informasi tersebut, saya segera mendatangi kantor provider dari telepon selular itu. Dan diterima oleh seorang costumer service (cs) yang maniss…mpe jadi lupa sama yang dirumah…kwkwkwk..Namun jawaban yang saya terima SANGAT TIDAK MEMUASKAN!. Dengan berbagai alasan, mereka menyatakan tidak sanggup “mengejar” keberadaan pelaku. Lhhoo..jadi untuk apa gunanya registrasi?? Sehingga saya berpikiran apriori kepada mereka. Sementara jika kita membeli kartu perdana sellular pra bayar, kepada kita dipersyaratkan untuk melakukan registrasi, dan jujur saja kita bisa ASAL-ASALAN mengisi registrasi tersebut, (hal ini diakui oleh pihak provider telepon selular, melalui mbak cs yang manis tadi....)!
Sebagai orang awam, saya berpikiran bahwa registrasi pada dasarnya dibuat dengan tujuan agar data para pengguna kartu sellular pra bayar dapat disimpan dalam database mereka, dapat diketahui identitas diri pengguna, sehingga (paling tidak) dapat mencegah dan meminimalisir tindakan-tindakan negatif yang mungkin saja timbul seperti teror via telepon maupun modus penipuan-penipuan seperti yang “melibat-libatkan” saya.
Nah….kalau mau buat aturan, yah buat aja yang sebenarnya, tapi kalau memang kita “maklum” dengan registrasi yang asal-asalan tersebut, lebih baik hapuskan sajalah kebijakan itu, kalau toh semua itu hanya untuk memenuhi syarat legitimasi atau sebuah FORMALITAS yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Negeri kita ini memang adalah sebuah negeri formalitas, banyak hal-hal lain yang berkaitan dengan formalitas itu dalam berbagai elemen kehidupan, mulai dari berbagai acara-acara ceremonial yang tidak “prinsip” justru diagung-agungkan dan mengeluarkan budget yang besar (nota bene merupakan hasil dari kumpulan pajak dan retribusi masyarakat), hingga kebijakan-kebijakan formalitas lainnya yang hanya untuk meninabobokkan masyarakat.
Atas kisah yang saya alami diatas? Bagaimana pendapat teman-teman? Adakah kisah-kisah formalitas lain yang teman-teman alami?
Tiada gading yang tak retak ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar