Minggu, 25 Mei 2008

Antara Liberalisasi Sektor Migas, Kenaikan BBM Dan Program BLT

Dengan dalih untuk menjaga dan melindungi rakyat miskin, pada hari Sabtu, 24 Mei 2008, Pemerintah kembali menggulirkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahap pertama 2008 bagi sedikitnya 844.30 Rumah Tangga Miskin (RTM) yang berada di 10 Ibukota Propinsi di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Banjarmasin, Kupang dan Makassar), dari total sekitar 19,1 juta RTM di indonesia dengan total anggaran Rp. 14 trilyun, hal ini dilakukan menyusul kebijakan kenaikan harga BBM yang berlaku sejak tanggal 24 mei 2008.

Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)memang merupakan kebijakan ”simalakama”, tidak naik Negara akan mengalami kesulitan dan jikalau naik maka rakyat (khususnya rakyat miskin) akan lebih kesulitan lagi. Sehubungan dengan hal itu Wakil Presiden RI JK menyatakan, apabila Pemerintah tidak menaikkan harga BBM, maka dengan tingginya harga minyak mentah dunia yang mencapai angka $ US 132/Barrel, mengakibatkan beban/defisit bagi APBN 2008, atau dengan kata lain, Pemerintah harus terpaksa mensubsidi harga minyak sebesar 280 trilyun rupiah.

Memang, statemen dari orang nomor 2 di Republik ini ada benarnya, namun jika kita sejenak berfikir mundur kebelakang, justru hal ini sangat menggelikan. Negara Indonesia yang merupakan salah satu Negara produsen minyak, tidak lagi mempunyai kekuatan yang cukup kuat dalam hal penentuan harga minyak dunia. Hal ini bisa terjadi karena keterbatasan kemampuan untuk mengolah minyak mentah hasil produksi sendiri. Yang lebih ironis adalah mengapa kita harus “merelakan” sumber sumber minyak mentah kita dikuasai oleh pihak asing (ingat kasus Blok Cepu dan lain-lain)? Akibatnya kita kehilangan kemampuan untuk menentukan harga jual minyak di Pasar Internasional (walaupun Kontrak Kerja Sama yang dicantumkan dalam UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, namun kenyataannya, Negara tetap dirugikan…

Wiwik Suhartiningsih, seorang pengamat masalah sosial ekonomi, menyatakan bahwa meneruskan subsidi yang melenceng hanya akan memperlebar disparitas pendapatan. Mencabut subsidi tak kalah peliknya apalagi dengan jumlah penduduk miskin Indonesia yang sangat besar. Apa jadinya jika pencabutan subsidi BBM itu tidak diantisipasi dampaknya pada penduduk miskin? Pemerintah akan dihujat dan demonstrasi meledak di mana-mana. Mempertahankan subsidi tanpa koreksi dan sebaliknya mencabut subsidi tanpa antisipasi, dampaknya adalah sama buruknya. Mengurangi subsidi BBM dengan berbagai koreksi adalah pilihan rasional.

Tetapi sekarang, yang menjadi permasalahan adalah apakah kebijakan menaikkan harga BBM adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan defisit APBN? Apakah dengan digulirkannya BLT yang ”hanya” sebesar Rp. 100 ribu/Bulan/KK sudah merupakan solusi/kebijakan yang terbaik? Apakah Pemerintah tidak memperhitungkan ekses dari kenaikan harga BBM? Ongkos transportasi, ongkos produksi, harga sembilan bahan pokok dan lain-lain pasti akan meningkat? Apakah dengan peningkatan berbagai varian itu dapat di atasi dengan BLT? Apakah dengan perguliran dana BLT itu akan meningkatkan daya beli masyarakat miskin? Kebetulan, penulis pernah ”share” dengan warga masyarakat miskin, yang di inginkan oleh mereka sesungguhnya bukanlah BLT, karena BLT bukan merupakan solusi bagi penanggulangan kemiskinan mereka, permintaan mereka sangat sederhana, cukuplah Pemerintah memikirkan bagaimana cara untuk menekan berbagai kenaikan harga. Jangan-jangan justru kebijakan itu akan membuat warga masyarakat kita ”bangga” menjadi orang miskin?

Meminjam istilah yang pernah dilansir oleh Media Indonesia, kebanggaan menjadi orang miskin itu didorong oleh program Subsidi Langsung Tunai yang diberikan Pemerintah sebagai kompensasi kenaikkan harga bahan bakar minyak. Jutaan masyarakat terdaftar sebagai orang miskin sehingga berhak mendapat subsidi tersebut. Tragisnya, bahkan karena alasan tidak memasukkan daftar nama warga kedalam penerima BLT, ada warga yang membunuh pamong setempat, Kantor-kantor Instansi Pemerintah dibakar, bahkan banyak kasus yang menunjukkan distorsi pada level aparat pelaksana di lapangan, ada yang tidak siap dengan program ini, maupun oknum-oknum aparat yang mengambil kesempatan untuk meminta upeti kepada RTM penerima BLT karena merasa telah ”berjasa” mendaftarkan RTM sebagai calon penerima BLT, dan banyak kasus lainnya.

Tiba-tiba kemiskinan begeser menjadi fakta sosial yang membanggakan. Kebanggaan menjadi orang miskin tersebut kini kian meningkat. Hal itu tampak dari data Badan Pusat Statistik. Jika jumlah masyarakat yang memegang kartu miskin pada tahun 2005 sebanyak 5,5 juta KK, angka tersebut meningkat menjadi delapan juta KK pada tahun 2006, dan semakin meningkat menjadi 19,1 juta KK di tahun 2008. Artinya, sejak tahun 2005 (pengguliran perdana SLT yang kemudian ganti ”kulit” menjadi BLT) hingga tahun 2008 telah terjadi peningkatan yang sangat signifikan, yaitu mencapai 13,6 juta KK !!!

Nampak jelas, Pemerintah terlihat gagap dan kalut, atau bisa jadi kebijakan ini hanya semata-mata pengalihan isu/pembungkam sesaat gejolak masyarakat yang mungkin timbul. Dengan memberikan BLT, Pemerintah telah menciptakan prestasi yang ”luar biasa” dengan mencetak lapangan pekerjaan baru kepada masyarakat yaitu ”Pengemis Musiman”. Di sisi lain juga telah menciptakan ketergantungan masyarakat terhadap Pemerintah. Secara periodik masyarakat menunggu BLT tersebut, karena merasa bagian dari haknya. Malah, ada yang ”menggadaikan” Kartu Miskin demi memperoleh uang dalam waktu dekat. Setelah sekian lama berjalan, Pemerintah mestinya menyadari bahwa cara-cara memberi BLT tersebut benar-benar tidak mendidik. Dana tersebut bukannya digunakan untuk hal-hal yang produktif, tapi untuk hal-hal konsumtif. Malah ada yang menggunakannya untuk kebutuhan-kebutuhan yang ”kurang logis” seperti membeli handphone 2nd, mini compo, vcd/cvd player dll.

Seharusnya pada saat ini Pemerintah dapat berfikir jernih, sebagaimana telah dijelaskan pada bagian awal tulisan, bahwa hanya dalam kurun waktu 4 tahun telah terjadi pembengkakan yang sangat luar biasa pada jumlah KK miskin, berarti hal ini menunjukkan Pemerintah telah gagal menanggulangi kemiskinan masyarakat, apa artinya program-program pengentasan kemiskinan yg selama ini sudah dilakukan kalau toh tetap juga terjadi peningkatan angka kemiskinan, mungkin lebih cocok negara kita disebut dengan Retorika Indonesia, bukan Republik Indonesia.

Kemandirian bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat kembali diuji, mengapa demikian, karena jelas, bahwa sesungguhnya penghapusan subsidi BBM adalah bukanlah murni merupakan ”hasil pemikiran kita”. Pidato Presiden SBY dalam rangka menyambut Kebangkitan 100 tahun Bangsa Indonesia yang memuat 3 hal pokok, yang salah satunya adalah meningkatkan Kemandirian Bangsa adalah hanya lips service belaka, betapa tidak kebijakan penghapusan subsidi BBM ternyata merupakan ”amanat dari liberalisasi sektor migas” sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dimana secara implisit terdapat tentang Penghapusan Subsidi BBM dan Pelepasan Harga BBM ke Mekanisme Pasar.

Menurut pengamat ekonomi Revrisond Baswir, Liberalisasi Sektor Migas itu justru berdampak pada semakin beratnya beban hidup rakyat atau bahkan meningkatkan ancaman terhadap Ketahanan Ekonomi Nasional. Secara konstitusional, pelaksanaan beberapa agenda Liberalisasi Sektor Migas itu jelas bertentangan dengan amanat Pasal 33 Ayat (2) dan (3) UUD 1945. Ayat (2) berbunyi, Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Sementara ayat (3) berbunyi, Bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat...nah !!!

Untuk mengakhiri polemik ini sebenarnya Pemerintah bisa menggunakan cara-cara lain seperti yang digunakan oleh negara-negara maju, seperti halnya Sistem Jaminan Sosial. Sistem Jaminan Sosial merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan sosial, juga menjadi komponen penting dalam rangka mengatasi masalah kemiskinan melalui bantuan terhadap kelompok miskin dan kelompok rawan. Jaminan sosial menjadi penting terutama agar kelompok miskin dan rawan mampu mengatasi risiko terhadap berbagai kerawanan sosial dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Itulah sebabnya, Jaminan Sosial kini telah berkembang dari belas kasihan (charity) menjadi sebagai salah satu hak asasi warga.

Selain itu, pengamat ekonomi ternama, Aviliani berpendapat bahwa untuk mengatasi beban pemerintah terhadap subsidi BBM, Menko Perekonomian dapat melakukan berbagai hal, antara lain dengan peningkatan pajak secara adil, misalnya menaikkan pajak pada kendaraan pribadi, sehingga secara psikologis kenaikan harga dapat dikendalikan dan alangkah baiknya jika pemerintah setiap tahun dapat memberikan kebijakan di bidang ekonomi yang lebih fokus sehingga pencapaian indikator keberhasilan di bidang ekonomi dapat dinilai dan dinikmati rakyat. Dan sejalan dengan pendapat itu, Sosiolog Universitas Indonesia Prof Dr. Paulus Wirutomo berkomentar bahwa, dana kompensasi seperti itu tidak tepat. Bukan hanya karena kriteria yang tidak tepat, tetapi program tersebut juga tidak ampuh meredam gejolak akibat kenaikan harga BBM. Sebab, yang diperlukan dan harus dilakukan pemerintah adalah memberikan jaminan keamanan, ketenteraman, dan kenyamanan berusaha bagi rakyat. Juga penyediaan lapangan kerja bagi mereka. Bukan sekadar dana karitatif yang ia sebut sebagai artifisial.

Untuk itu, kompensasi yang akan diberikan pada masyarakat miskin harus dapat diarahkan pada hal yang penting dan benar benar sampai ke masyarakat miskin tersebut. Menurut Wijaya Adi, seorang peneliti dari LIPI Rasionalitas arah kompensasi tersebut haruslah :

a. Kompensasi diarahkan pada bentuk yang memberikan manfaat ke masa depan dan bersifat produktif, walaupun dalam hal khusus yang bersifat konsumtif masih dapat diterima.

b. Program pembangunan yang mendesak untuk dilaksanakan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Oleh karena itu, maka tidak perlulah Pemerintah menjadi Robinhood dengan BLT, Robinhood yang sejati adalah bagaimana cara merecovery dana BLBI yang telah ”hilang”, menuntaskan kasus illegal fishing, illegal logging dan white collar crime lain, ITU BARU JANTAN !!!...... Nyante aza lae..............

Tiada gading yang tak retak .....

NB : Tulisan ini telah dimuat di Harian Metro Tapanuli, Edisi 27 dan 28 Mei 2008, halaman 4. Mohon maklum.


Sang Pemimpi

Sang Pemimpi adalah sebuah lantunan kisah kehidupan yang memesona dan akan membuat Anda percaya akan tenaga cinta, percaya pada kekuatan mimpi dan pengorbanan, lebih dari itu, akan membuat Anda percaya kepada Tuhan. Andrea akan membawa Anda berkelana menerobos sudut-sudut pemikiran di mana Anda akan menemukan pandangan yang berbeda tentang nasib, tantangan intelektualitas, dan kegembiraan yang meluap-luap, sekaligus kesedihan yang mengharu biru.

Andrea Hirata sang Putra Belitung memang seorang penulis yang hebat, dimana dalam Novel Sang Pemimpi ini menggambarkan kisah yang "kaya", diawali dengan cerita-cerita tentang kenakalan remaja biasa, tapi kemudian lambat laun, "menggiring pemikiran pembaca". Dikisahkan tentang arti perjuangan hidup dalam kemiskinan yang membelit dan cita-cita yang gagah berani dalam kisah dua orang tokoh utama buku ini: Arai dan Ikal akan menuntun kita untuk selalu tegar dan optimis dalam menghadapi dan menjalani roda kehidupan.

Laskar Pelangi

Buku karya Andrea Hirata ini sangat menarik n mengesankan. Dikisahkan tentang keagamaan, persahabatan yang luar biasa, cinta pertama yang indah, ketegaran hidup, bahkan makna sebuah takdir yang tidak bisa dengan gampang ditebak. Setting cerita berawal dari Pulau Bangka-Belitung (yang sebelum era otonomi daerah termasuk bagian dari Propinsi Sumsel), dimana pulau tersebut merupakan pulau penghasil timah di Indonesia namun terdapat gap antara masyarakat/pegawai rendahan dengan petinggi PN Timah.

Laskar pelangi berawal dari kisah persahabatan sepuluh orang anak miskin. Mereka sudah bersama sejak mereka memulai bangku sekolah. Merekalah : Ikal, Mahar, Lintang, Harun, Syahdan, A Kiong, Trapani, Borek, Kucai dan satu-satunya wanita di kelas mereka, Sahara. Banyak hal yang mereka lalui bersama. Kemiskinan sepertinya bukan hal yang bisa merusak masa kanak-kanak mereka. Kisah indah percintaan anak muda antara Ikal dengan seorang Tionghoa bernama A Ling yang berawal dari pembelian kapur tulis yang mengesankan. Kesabaran Ikal untuk bisa mendapatkan kekasih hatinya sampai ketegaran Ikal saat A Ling akhirnya harus meninggalkannya. Dari sini kita dapat belajar bahwa seorang anak kecil bahkan bisa bersikap jauh lebih dewasa dibandingkan orang dewasa saat menghadapi masalah percintaan. Siapa juga akan menyangka bahwa sekolah terpencil Muhamadiyah bisa berbuah dua orang genius di bidang yang berbeda. Dialah Lintang, sang ilmuwan cilik. Dan Mahar, sang seniman sejati. Banyak perubahan besar yang mereka lakukan dalam merubah citra sekolah Muhamadiyah dimata masyarakat elite melalui bidang mereka masing-masing. Tapi ternyata nasib selanjutnya berkehendak lain. Ayah Lintang meningggal dunia, dan sang genius itu terpaksa harus menghentikan pendidikannya di sekolah Muhamadiyah akibat tak ada biaya. Tak ada yang menyangka juga bahwa sang seniman, Mahar, semakin hari justru malah semakin tertarik pada ilmu mistik alam gaib. Karena suatu hal, membawa ia pada suatu pertemuan dengan seorang anak perempuan tomboy, anak seorang penguasa kapal keruk di PN Timah, Flo. Karena tertarik pada bidang mistik yang dimiliki oleh Mahar, Flo akhirnya meninggalkan segala kemewahan sekolah PN untuk melanjutkan studinya di sekolah miskin Muhamadiyah. Mereka bersama kelompok pecinta alam gaibnya telah banyak menguak misteri yang dianggap orang keramat di daerah Belitong. Tak jarang kelompok yang dipimpin Mahar ini mendapatkan ejekan dari masyarakat setempat. Tapi Mahar serta Flo tak pernah menyerah. Juga walaupun telah ditegur oleh Ibu Mus karna telah menodai ilmu agama, tapi Mahar dan Flo tetap pada jalan yang telah ia tempuh. Hobi mereka pada alam gaib ini menyebabkan mereka terancam tak bisa mengikuti ebtanas karna nilai-nilai mereka yang semakin menurun. Mereka pun mulai resah. Akhirnya terlintas ide untuk meminta petunjuk pada seorang dukun sakti yang banyak disebut oleh masyarakat sebagai manusia setengah peri, Tuk Bayan Tula. Maka pergilah Flo dan Mahar bersama tim dunia mistiknya mengunjungi kediaman sang Tuk yang terdapat pada sebuah pulau tak berpenghuni yang terkenal sangat angker yaitu Pulau Lanun. Dengan mempertaruhkan nyawa sepanjang perjalanan, akhirnya mereka semua sampai di Pulau tersebut. Dengan menempuh perjalanan yang panjang dan mengerikan, akhirnya mereka sampai ke suatu gua tempat kediaman sang dukun. Dan mereka berhasil berjumpa langsung dengan Tuk Bayan Tula, sang idola mereka. Maka berceritalah Flo dan Mahar tentang masalah mereka di sekolah. Tuk yang menghargai usaha mereka mencapai pulau itu kemudian memberi mereka sebuah petunjuk yang tertulis pada sebuah gulungan kertas. Siapa menyangka ternyata petunjuk yang diberikan sang dukun bisa mengubah jalan hidup Mahar dan Flo. Dua belas tahun kemudian, kesepuluh sahabat itu menjadi seseorang yang benar-benar tidak bisa disangka. Mereka menjalani hidup mereka masing-masing dengan damai dan selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan pada mereka saat itu.

Intinya bagaimanapun hidup yang kita jalani, kita harus senantiasa bersyukur...Diatas langit masih ada langit, jangan selalu mendongakkan kepala ke atas, tapi lihatlah kebawah...masih banyak orang yang bernasib kurang beruntung, dibanding kita....

Jumat, 23 Mei 2008

Lima Sekawan

Buku Karya Enid Blyton slalu tkenang...buku cerita lama ini menggambarkan tentang kisah perjuangan anak-anak yang bernama Julian, Dick, George, Anne dan Timmy dalam menegakkan kebenaran dan keadilan, tkadang mereka harus berhadapan dengan penjahat-penjahat berbahaya...., sblm klupaan, buat tmn2 yg mo baca jg sila unduh reader-nya yaitu WinDjView.....ikuti kisahnya.......

Kamis, 22 Mei 2008

Over Ball

Bagi yg takut ma ktinggian(Hypsiphobia), jg coba main yahh...

Mahkota Cinta

Novel karya Novelis Muda Habiburrahman El-Shirazy ini mengisahkan tentang romansa kehidupan yang melibatkan dua insan manusia Jawa yaitu Zul dengan Mari, di tanah perantauan di Malaysia. Zul hanya berbekal kenekadan untuk mengubah nasib hidupnya dipertemukan dengan Mari yang kecewa dengan pribadi suaminya yang baru diketahui seminggu setelah pernikahan.

Pertemuan Zul dan Mari terjadi di kapal yang membawa mereka dari Batam ke Johor Bahru (Malaysia). Ini berlanjut hingga Zul tertarik dengan pribadi Mari, setelah perjuangan mereka berdua di Malaysia.

Novel pembangun jiwa ini memang memberikan banyak pelajaran bagi kita, karena cerita yang dituangkan diangkat dari kisah nyata dipadukan dengan nilai-nilai agama bahwa setiap menanam kebaikan pasti akan menuai hasil yang baik pula. Sebaliknya, jika menebarkan benih kejahatan, hanya menikmati kesia-siaan dalam hidup ini.... Nah..siapa menanam ia yang akan menuai...sila di-unduh...


Cerita Rakyat

Bagi temen-temen smua yg merindukan kisah legenda rakyat Indonesia sila di unduh, ya sekedar menorehkan kembali kenangan masa kanak-kanak dahulu.........Cerita dimulai dari Legenda Sangkuriang sampai dengan Si Pitung dari betawi...lumayan buat bahan dongeng nge-bobok'in anak qta...klo lum nikah....dq g tau deh mo ngebobo'in sapa......he..he..

Minggu, 18 Mei 2008

Ayat-ayat Cinta

Novel karya Habiburrahman El Shirazy ini bercerita tentang perjalanan cinta dua anak manusia yang berbeda latar belakang dan budaya; yang satu adalah mahasiswa Indonesia yang sedang studi Universitas Al-Azhar Mesir (Fahri), dan yang satunya lagi adalah mahasiswi asal Jerman yang kebetulan juga sedang studi di Mesir (Aisyah). Digambarkan, bahwa Fahri adalah seorang sosok laki-laki "sempurna", ia seorang yang jujur, rendah hati dan berani. Sehingga tak ayal ia diperebutkan oleh perempuan-perempuan di kampus itu. Selanjutnya, Fahri menjalani berbagai lika liku kehidupan, dari mulai di fitnah yang menyebabkan ia harus dipenjara, sampai dengan istri "kedua"nya yang seorang muallaf (Maria) yang harus meninggalkan-nya untuk selamanya. Novel ini sangat menarik, terlihat jelas bagaimana pengorbanan seorang istri terhadap suaminya, yang ia yakini adalah lelaki yang "sempurna"... sangat menarik untuk disimak...

Kamis, 15 Mei 2008

Kado Pahit Di Hari Kebangkitan 100 Tahun Bangsaku (Kontroversi Di Balik Privatisasi BUMN)


Disaat bangsa kita akan memperingati se-abad kebangkitan nasional bangsa kita, justru kita saat dikejutkan oleh wacana privatisasi BUMN. Wacana ini dianggap sebagai sebagai langkah “penyelamatan APBN”. Tak tanggung-tanggung, menutut inilah.com, Komite Privatisasi BUMN menyetujui privatisasi 34 BUMN tahun 2008 ini. Para analis menyebutnya sebagai 'ledakan privatisasi'. Dengan 10 BUMN luncuran (carry over) tahun lalu, total yang diajukan Menneg BUMN Sofyan Djalil ke DPR-RI menjadi 44 BUMN.

Jumlah itu boleh dibilang spektakuler. Jumlah yang terbesar dalam sejarah bangsa ini. Kalangan DPR pun mempertanyakan metode apa yang digunakan Pemerintah dalam proses penjualan 44 BUMN itu. Sebagai ilustrasi, bahwa pada periode 1991-2001, Pemerintah Indonesia telah 14 kali memprivatisasi BUMN, walaupun yang terprivatisasi tidak seluruhnya, yaitu “hanya” 12 BUMN. Periode 2001-2006, pemerintah kembali memprivatisasi 14 BUMN, dan lagi-lagi “hanya” 10 BUMN yang terprivatisasi, dan ironisnya, sejak jaman kepemimpinan mantan Presiden BJ Habibie, Gus Dus sampai dengan Ibu Megawati yang “nasionalis”pun tidak “terbebas” dari niat privatisasi BUMN.

Hingga saat ini, kebijakan pemerintah SBY-JK dinilai para pengamat sebagai 'ledakan privatisasi'. Bayangkan, hanya dalam setahun 44 BUMN dilego. Apalagi, privatisasi kali ini disertai penjualan seluruh saham 14 BUMN industri, 12 BUMN kepada investor strategis, dan beberapa BUMN lainnya kepada asing. Ledakan privatisasi yang dilemparkan Pemerintah tahun ini dituding para analis “pro-nasioanalisme ekonomi” sebagai langkah yang tidak lepas dari agenda neoliberalisme IMF, Bank Dunia, ADB, maupun kalangan korporat asing.

Rencana Privatisasi BUMN itu melahirkan komentar yang beragam, menurut Guru Besar FE UI Sri Edi Swasono, jika tidak dikelola secara hati-hati dan profesional, ledakan privatisasi itu justru mengindikasikan adanya upaya “perampokan” harta negara untuk agenda politik Pemilu 2009, sementara Indonesia Corruption Wacth (ICW) menempatkan agenda privatisasi 2008 sebagai salah satu ladang potensi korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan, menjelang Pemilu 2009 sudah terendus transaksi-transaksi yang mencurigakan.

Dengan penjualan BUMN besar-besaran ini, sekali lagi ratusan triliun aset negara beserta manfaatnya akan segera melayang dari tangan bangsa ini hanya untuk memuaskan kerakusan neoliberalisme. Menurut para penganut nasionalisme ekonomi, BUMN yang menguasai hajat hidup orang banyak dan BUMN yang bergerak di sektor pertambangan termasuk harta milik umum. Jadi, mestinya, pemerintah tidak berhak menjualnya kepada swasta dan asing. Begitu pula BUMN yang bersifat strategis bagi negara dan industri nasional. Selanjutnya meminjam perspektif ekonom UGM Revrisond Baswir, penjualan (privatisasi) 44 BUMN itu akan dipersoalkan publik jika tidak memakai metode yang benar, profesional, hati-hati, tidak tepat momentumnya, tidak akuntabel, dan tidak transparan.

Sejauh ini, BUMN yang akan diprivatisasi tahun ini adalah PT Asuransi Jasa Indonesia, PT Krakatau Steel, PT Bank Tabungan Negara, PT Semen Baturaja, PT Sucofindo, PT Surveyor Indonesia, dan PT Waskita Karya, Bahtera Adiguna, Barata Indonesia, PT Djakarta Lloyd, PT Sarinah, PT Industri Sandang, PT Sarana Karya, PT Dok Kodja Bahari, PT Dok & Perkapalan Surabaya, PT Industri Kereta Api, PT Dirgantara Indonesia, PT Kertas Kraft Aceh, PT INTI, Virama Karya, Semen Kupang, Yodya Karya, Kawasan Industri Medan, Kawasan Industri Makassar, Kawasan Industri Wijaya Kusuma, PT SIER, PT Rekayasa Industri, Kawasan Berikat Nusantara, Garuda Indonesia, Merpati Nusantara dan Industri Gelas.

Menurut A Tony Prasetiantono, Dosen FE UI bahwa di seluruh dunia, privatisasi BUMN pada dasarnya didorong dua motivasi :
1. Keinginan menaikkan efisiensi karena buruknya kinerja sebagian BUMN. Dalam wacana teori ekonomi, hal ini secara normatif berasosiasi dengan beberapa teori klasik, seperti: (1) X-efficiency (Harvey Leibenstein, 1966), di mana BUMN memerlukan insentif di luar kompetisi; (2) allocative efficiency (dengan pembahas pertama isu natural monopoly oleh John Stuart Mill, 1848), di mana pasar akan mendorong pencapaian efisiensi melalui persaingan; dan (3) dynamic efficiency (Joseph Schumpeter, 1942), di mana BUMN akan kian efisien jika manajemennya terdorong untuk melakukan inovasi.
2. Secara empiris dapat dibuktikan, privatisasi BUMN bisa dimaksudkan untuk membantu anggaran pemerintah dari tekanan defisit. Saat Inggris memulai gelombang privatisasi BUMN di era PM Margaret Thatcher tahun 1979, mereka menggunakan hasil privatisasi BUMN top (British Airways, British Telecom, dan British Gas) untuk mengatasi krisis fiskal atau defisit anggaran (Iekenberry, 1990).

Berdasarkan Studi yang dilakukannya, privatisasi di Indonesia bisa dipilah menjadi dua hal, berdasar kontroversial-tidaknya. Dari beberapa pengalaman privatisasi sejak Semen Gresik menjual sahamnya tahun 1991, hanya ditemukan dua kasus privatisasi besar yang bermasalah. Pertama, kasus penjualan 14 persen saham grup Semen Gresik kepada Cemex (Meksiko), September 1998 (kontroversi terletak pada harga yang tidak fair / terlalu murah) dalam denominasi dollar AS. Hal itu terjadi saat rupiah sedang di level terlalu rendah/undervalued). Kedua, kasus penjualan 42 persen saham Indosat kepada STT (Singapore Telecom and Telemedia) Desember 2002, kontroversinya lebih disebabkan ketidakrelaan menjual industri strategis kepada investor asing. Semangat sentimen nasionalis ini kuat mewarnai penolakan masyarakat atas penjualan saham Semen Padang dalam satu paket grup Semen Gresik kepada Cemex.

Terlepas dari itu semua, yang jelas saat ini, terkesan bangsa ini sedang berada di persimpangan jalan yang membingungkan, sehingga melahirkan kebijakan-kebijakan yang juga membingungkan. Pemerintah telah mengambil langkah gagap, hanya karena Pemerintah ”menyesuaikan” harga BBM, terbitlah PKPS BBM dalam wujud BLT yang notabene merupakan langkah ”pengalihan isu yang tidak populer dan tidak mengena”. Selanjutnya, karena dalih defisit anggaran, kita dengan rela men-de-nasionalisasikan asset-asset kita ?! Apalagi diantara beberapa BUMN yang akan di privatisasikan itu adalah notabene BUMN yang sangat strategis, seperti PT Krakatau Steel yang merupakan industri Hulu dan sangat dibutuhkan oleh negara-negara yang akan ”take off” atau yang ”flying”, oleh karena itu sebagai orang awam penulis beranggapan bahwa privatisasi yang dilakukan ini adalah merupakan ”kambing hitam” dari kegagalan pemerintah menggiring dan mengembalikan dana yang berhasil dikantongi oleh koruptor-koruptor kelas kakap dan ”white collar crime” lainnya seperti Illegal logging, Illegal fishing bahkan para debitur-debitur ”BLBI gate”.

Memang, bangsa kita adalah bangsa yang merdeka, tapi mungkin belum berdaulat. Kita masih dengan senangnya memelihara sikap yang manggut-manggut, manut-manut, sambil kedua belah tangan disilangkan didepan (maaf) alat kelam*n kita. Kita terlalu terbuai dengan janji-janji manis sang ”Unholy Trinity”, tiga serangkai yang tidak suci......................IMF, WTO dan World Bank.

Kembali lagi dengan dalih membantu dan menyelamatkan negara-negara ketiga dari jurang kemiskinan dan keterpurukan, mereka melahirkan kesepakatan yang menyesatkan (apabila tidak dikaji dan di filter sesuai dengan kondisi negara masing-masing) seperti apa yang disebut dengan Washington Concensus yang melahirkan beberapa kesepakatan tentang Defisit Fiskal, Prioritas Pengeluaran Swasta, Reformasi Pajak, Suku Bunga, Nilai Tukar, Kebijakan Perdagangan, Investasi Langsung Luar Negeri, Privatisasi, Deregulasi dan Hak Properti.

Tak dapat disangkal bahwa butir-butir Washington Consensus merupakan syarat bagi berfungsinya mekanisme pasar. Hanya saja, harus diingat bahwa kebijakan-kebijakan yang direkomendasikannya tidaklah lengkap, bahkan kadangkala salah arah. Untuk mengindari ”market failure”, adalah bukan hanya lebih dari sekadar tingkat inflasi yang rendah, pasar juga membutuhkan regulasi yang tepat di sektor finansial, kebijakan persaingan usaha, serta kebijakan yang memfasilitasi alih teknologi dan mendorong transparansi.

Hal-hal fundamental inilah yang diabaikan dan tidak tercakup dalam WC (bukan water closet). Dogma liberalisasi, seperti diajukan oleh WC acap kali berubah menjadi tujuan dan bukan lagi berfungsi sebagai alat untuk mewujudkan sistem finansial yang lebih baik. IMF lebih suka jika orang luar tidak terlalu banyak bertanya mengenai apa yang sedang mereka kerjakan.

Dalam teori, lembaga-lembaga keuangan itu mendukung institusi-institusi demokrasi di negara-negara yang dibantunya. Namun dalam prakteknya, IMF merusak proses demokrasi dengan cara memaksakan ”isi perutnya”. Secara ideal memang IMF tidak ”menekan” apapun juga. Seolah demokratis ia ”merundingkan” syarat-syarat untuk menerima bantuan. Tetapi semua kekuatan dalam negosiasi itu hanya berada pada satu sisi—sisi IMF, jarang sekali lembaga keuangan tersebut memberikan waktu yang cukup untuk menumbuhkan konsensus atau bahkan untuk mengadakan konsultasi yang luas baik dengan dewan perwakilan rakyat atau dengan masyarakat sipil.

Kembali ke persoalan privatisasi, Mengapa BUMN-BUMN strategis di Indonesia harus diprivatisasi? Mengapa tidak di “go-public” kan secara terkendali (managed go-public) artinya secara terencana dijual ke karyawan, nasabah, rekanan, dan masyarakat luas. Seperti kasus Semen Gersik yang sangat vital dan strategis harus bisa diatur untuk dapat dimiliki (dibeli) oleh Pemda setempat, oleh para developer nasional, para pengecer semen, para karyawan sendiri, para buruh umumnya dan publik secara luas. Dijual ke asing tidak harus 51%.

Mengapa sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak dan yang selama ini cukup efisien harus diprivatisasi. Privatisasi hendaknya tidak lagi dipandang sebagai upaya menutup defisit fiskal. Namun lebih dari itu, hal yang terpenting adalah mendorong peningkatan efisiensi dan penurunan harga. Karena kalau tidak, privatisasi lebih dekat dengan langkah pemusatan kepemilikan ke tangan orang per orang, ke tangan sekelompok penyandang kapital uang.

Menurut Santosa (1998), Privatisasi dalam kenyataannya memang mengalihkan kepemilikan negara (yang diwakili oleh pemerintah) kepada sektor swasta, karena pemerintah telah menyadari bahwa beban dan lingkup tugas pemerintah sudah menjadi lebih besar sehingga akan lebih efektif dan efisien apabila tugas-tugas yang selama ini menjadi tanggung jawab pemerintah (melalui BUMN) dialihkan kepada pihak swasta. Jadi sebenarnya tidak ada yang menakutkan ataupun membahayakan, nothing harm, apalagi bila kita menyimak bahwa privatisasi ini telah pula dilaksanakan oleh berbagai negara didunia, yang semuanya berakhir dengan baik.

Secara teoritis, tekad BUMN untuk melakukan privatisasi adalah berasal dari Direksinya sendiri, dengan didasarkan kepada berbagai pertimbangan antara lain yaitu :
1. Mengurangi beban keuangan pemerintah, sekaligus membantu sumber pendanaan pemerintah (divestasi).
2. Meningkatkan efisiensi pengelolaan perusahaan.
3. Meningkatkan profesionalitas pengelolaan perusahaan
4. Mengurangi campur tangan birokrasi / pemerintah terhadap pengelolaan perusahaan.
5. Mendukung pengembangan pasar modal dalam negeri.
6. Sebagai flag-carrier (pembawa bendera) dalam mengarungi pasar global.

Namun khusus di negara tercinta kita ini, idealisme privatisasi ini sudah ”berbelok”. Kalau kita melihat privatisasi yang dilakukan oleh beberapa negara maju seperti Inggris, Jepang dan Amerika Serikat, dimana Pemerintah Inggeris melakukan privatisasi SOE (State Owned Enterprise) atau BUMN dibidang telekomunikasi yang kemudian menjadi British Telecom. Selanjutnya diikuti oleh Jepang yang berhasil melaksanakan privatisasi BUMN telekomunikasi NTTPC menjadi NTT dan satu perusahaan baru dibidang telekomunikasi domestik. Seperti misalnya Inggris, privatisasi atas SOE dilakukan karena mereka ingin melindungi hak-hak konsumen yang selama ini hidup dibawah kekuasaan monopoli British Telecoms. Sedangkan Jepang melakukan privatisasi karena ingin menumbuhkan industrinya yang selama ini hidup di alam monopsoni (pembeli tunggal yakni NTTPC), hampir serupa dengan pertimbangan Pemerintah Amerika Serikat pada waktu memecah Ma-Bell menjadi seven sisters, tujuh perusahaan telepon regional ditahun yang sama.

Meskipun tidak sepenuhnya pola privatisasi di negara-negara ini dapat dijadikan contoh, namun beberapa skenario dan strategi dapat dijadikan acuan pemerintah yang akan melakukan privatisasi. Jalan menuju privatisasi ditiap-tiap negarapun berbeda-beda. Ada negara yang dengan mudah mendapat dukungan dari wakil rakyat namun ada pula yang sangat sulit bahkan terhambat karena tidak dapat meyakinkan para unsur pembuat keputusan untuk mendukung program privatisasi. Sehingga hanya pemerintahan yang kuat keinginannya saja yang akan dapat mencapai tujuan dari program privatisasi. Dan harus disadari pula bahwa unsur yang berkepentingan (stake-holders) dari privatisasi bukan hanya pemerintah dan badan legislatif saja tetapi juga manajemen dan karyawan BUMN yang bersangkutanpun memainkan peran yang sangat menentukan keberhasilan program ini.

Proses privatisasi yang ideal adalah apabila dimulai dari rencana usulan manajemen BUMN bukan berdasarkan instruksi dari pemerintah. Privatisasi yang berasal dari usulan BUMN biasanya lebih lancar, dan pemerintah bertindak sebagai fasilitator, hanya tinggal menentukan besarnya saham yang akan dilepas, hari H-nya, modusnya apakah melalui penawaran umum ataukah aliansi strategis. Sedangkan proses "housekeeping" dan sosialisasi dilakukan sendiri oleh BUMN. Yang dimaksud dengan proses housekeeping adalah proses pembenahan intern BUMN termasuk namun tidak terbatas kepada restrukturisasi, golden hand-shake atau pensiun dini (dalam hal diperlukan), dan proses lain yang diperlukan agar BUMN tersebut menjadi lebih menarik minat investor untuk menanamkan modalnya.

Modus privatisasi ditentukan pada saat semua persiapan telah selesai dan ini merupakan kewenangan Pemerintah selaku pemegang saham, apakah akan melalui penawaran umum (public offering atau stock-flotation), ataukah aliansi strategis (stategic alliance) yang telah diseleksi melalui tender, pelelangan (auction) ataupun negosiasi. Hal ini adalah untuk mencegah terjadinya kesimpang siuran ataupun kekeruhan informasi sehingga dapat dihindari adanya pernyataan dari Direksi BUMN bahwa yang bersangkutan lebih condong untuk memilih penawaran umum dibandingkan dengan aliansi strategis ataupun dapat pula sebaliknya. Karena ini bukanlah hak dari Direksi tetapi adalah kewenangan dari pemerintah sehingga tidak perlu terjadi adanya polemik yang dapat mengacaukan persiapan proses privatisasi.

Jadi sesungguhnya peran persiapan privatisasi sebagian besar berada dipundak Direksi BUMN bukan pada pemerintah. Ketidak inginan ataupun ketidak mampuan Direksi melakukan persiapan-persaiapan yang diperlukan dapat menggambarkan pula ketidak mampuannya didalam mengelola perusahaan terutama bila dikaitkan dengan era globalisasi yang ditandai oleh adanya persaingan tingkat tinggi (hyper-competition). Seharusnya seluruh Direksi BUMN diberikan tugas oleh Pemerintah untuk menyiapkan BUMN nya memasuki pasar modal melalui privatisasi guna menghadapi pasar global. Sedangkan kapan waktu yang tepat untuk memasukinya disesuaikan dengan kondisi pasar pada saat yang memungkinkan. Kinerja keberhasilan Direksi dan Dewan Komisaris seharusnya dinilai pula dari keberhasilan mereka menyiapkan BUMN-nya untuk privatisasi. Dan ini seharusnya menjadi program utama Pemerintah dalam rangka mendayagunakan BUMN.

Modus penawaran saham secara umum adalah yang paling ideal apabila perekonomian dan kondisi pasar dapat mendukung rencana ini. Namun dalam hal pasar kurang baik, maka alternatif strategic investor atau aliansi strategis dapat ditempuh dengan catatan harus teliti dan transparan didalam memilih calon yang terbaik. Dan jangan terbujuk oleh rayuan pada saat investor tersebut menyampaikan penawarannya. Karena setiap proposal akan dikemas sedemikian rupa agar menjadi suatu rencana dan visi yang seakan-akan menjanjikan, dan akan ketahuan belangnya pada saat implementasinya.

Contoh yang perlu dipelajari adalah kasus Kerja Sama Operasi (KSO) Telkom dimana antara ketentuan yang tertera di Kontrak berbeda dengan yang dilaksanakan oleh para investor . Dalam penawaran maupun perjanjian mitra KSO menjanjikan untuk membawa ke Indonesia, dana untuk operasi dan pembangunan, teknologi, keterampilan manajemen dan peningkatan kesejahteraan bagi karyawan Telkom. Namun dalam kenyataannya tidaklah demikian, karena dana mereka pinjam dengan memakai jalur perusahaan patungan (joint venture company) Indonesia sehingga berakibat menambah 3-L (legal lending limit) Indonesia. Teknologi tetap tidak ada yang baru, demikian pula halnya dengan keterampilan manajemen ternyata hanya karyawan kelas 3 yang mereka bawa ke Indonesia, bahkan sering dipakai sebagai ajang pelatihan karyawan asing. Demikian pula halnya kesejahteraan ternyata apa yang dijanjikan tidak diwujudkan. Sayangnya Direksi telkom tidak berani untuk melakukan "default" ataupun pemutusan kontrak dengan mitra asing yang nyata-nyata telah merugikan Indonesia. Bahkan lebih mengarah kepada pemberian berbagai keringanan yang sangat menguntungkan investor asing, sehingga citra Indonesia dikalangan investor asing menjadi kurang baik karena berbagai hal yang tidak masuk akal sehat dari sudut bisnis pun tetap dilakukan oleh manajemen demi memelihara investor asing dibumi pertiwi meskipun merugikan rakyat.

Keengganan Direksi BUMN melakukan aliansi strategis diantaranya adalah kekhawatiran akan hilangnya kedudukan mereka karena akan digantikan oleh orang asing atau yang mereka tunjuk. Jadi kepentingan pribadi jauh lebih menonjol dibandingkan dengan kepentingan bangsa dan negara. Untuk ini Pemerintah perlu menyusun strategi agar kekhawatiran manusiawi ini dapat diatasi misalnya dengan cara melindungi kepentingan bangsa dan negara melalui satu saham seperti dwi warna, yang hanya dapat dimiliki oleh pemerintah dengan suatu kewenangan yang sangat besar antara lain termasuk penggantian Dewan Komisaris dan Direksi BUMN yang telah di privatisasi.

Bagaimana komentar rekan-rekan ????

Tiada Gading yang tak retak ..........

From various resorches

Kumpulan Kata-kata Mutiara Bung Karno

Untuk direnungkan dan dilaksanakan ...........

Rabu, 14 Mei 2008

The Vietnam War 1956-1975

Peperangan terjadi antara Republik Vietnam (Vietnam Selatan) yang disokong oleh Amerika Serikat, Korea Selatan, Thailand, Australia, Selandia Baru dan Filipina dengan Demokratik Vietnam (Vietnam Utara) yang disokong oleh Uni Sovyet dan RRC. Walaupun peperangan ini berlangsung dalam kurun waktu 9 tahun, namun paling tidak sekitar 1,5 juta jiwa melayang dari kedua negara, dan yang terbesar dialami oleh Vietnam Utara.

Secara singkat kronologis perang Vietnam ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Pada abad ke-19, Vietnam menjadi wilayah jajahan Perancis. Perancis menguasai Vietnam setelah melakukan beberapa perang kolonial di kawasan Indochina mulai dari tahun 1840-an. Ekspansi kekuasaan Perancis disebabkan keinginan untuk menyaingi kebangkitan Inggris dan kebutuhan untuk mendapatkan hasil bumi seperti rempah-rempah untuk menggerakkan industri di negara mereka yang juga untuk menyaingi penguasaan industri oleh Inggris.

Singkatnya, sampai akhirnya pada Perang Dunia ke II Jepang berhasil menguasai Vietnam, dan Perancispun terdepak dari sana, dan hingga kemerdekaan Vietnam-pun diberikan oleh Jepang sebagai langkah pembebasan kawasan Asia dari Negara Barat.

Kemerdekaan yang diperoleh oleh Vietnam, tidaklah serta merta menyisakan "nafas panjang" bagi Vietnam.... perang "urat syaraf dengan dalih ideologi" ternyata berdampak buruk bagi Vietnam, dan Vietnam-pun menjadi Kelinci percobaannya....

Apapun yang terjadi :"Penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan ".


Che Guevara ( Ernesto Guevara Lynch de la Serna )

Ernesto Guevara Lynch de La Serna, adalah salah seorang Pemimpin Gerilya Cuba yang lahir di Rosario, Argentina 14 Juni 1928 (menurut beberapa info sebenarnya ia lahir tgl 14 Mei) dan meninggal di hadapan juru tembak tentara Bolivia pada tanggal 09 Oktober 1967.

Ditinjau dari sisi fisik, sebetulnya ia mengidap penyakit asma, namun berkat semangat yang terus menyala, apalagi sejak ia banyak mempelajari beberapa literatur tentang Karl Marx, Engels dan Sigmund Freud, darah politiknya terus mengalir hingga ia bergabung dengan pengikut Castro.

Che pernah berkata "Tidaklah penting menunggu sampai kondisi yang memungkinkan sebuah revolusi terwujud sebab fokus instruksional dapat mewujudkannya dan Manusia dapat sungguh mencapai tingkat kemanusiaan yang sempurna ketika berproduksi tanpa dipaksa oleh kebutuhan fisiknya sehingga ia harus menjual dirinya sebagai barang dagangan".

Semasa hidupnya, ia dikenang karena keganasannya (bahkan dengan dingin menembak mati anggotanya yang ceroboh), namun penampilannya juga romantis. Sikapnya yang tak kenal kompromi dan penolakan atas penghormatan berlebihan atas semua reformasi murni dan pengabdiannya untuk kekejaman merupakan suatu perpaduan pribadi yang unik !!!

Selasa, 13 Mei 2008

Bambang N Rachmadi Juragan Mc Donalds Indonesia

Ini adalah sebuah kisah menarik tentang Seorang Bambang N Rachadi. Kisah seorang Mantan Presdir Panin Bank yang "rela" alih profesi menjadi "toke MD". Hal yang patut dicermati adalah bahwa Bambang Rachmadi, yang juga adalah menantu dari mantan Wapres RI Soedharmono mau bekerja sebagai "kuli" di Restoran Mc D, Singapura sebagai salah satu prasyarat untuk mendapatkan License dari Mc D Internasional. Maknanya adalah sudah sangat lazim bagi institusi yang maju dan besar sekelas Mc D untuk mengedepankan "profesionalisme" dalam "recruitment" karyawannya.. Sekarang, bagaimana dengan kita ??? Sila komen dr friends smua...

Aristotle Onassis Sang Raja Kapal

Sukses Onassis sangat tergantung pada daya tarik pribadi dan kemampuannya mengadakan hubungan dengan umum. Beberapa orang sebayanya menyebut dia si "bunglon". Memang ia pandai sekali menyesuaikan diri dengan semua orang yang dijumpainya. Onassis berkata : Pada umumnya, kalau kita membuat apa-apa menjadi mudah bagi orang lain, mereka akan bersimpati kepada kita ........, selain itu falsafah-nya yang cukup menarik adalah : Kesulitan dan kemelaratan sering kali mendorong orang untuk menemukan sumber dayanya sendiri, yang tak diduga adanya sebelumnya, dan dengan demikian membuat dia maju dengan mendobrak hambatan dan keterbatasan pribadinya.

Terlepas dari itu semua, Onassis adalah seorang pendengar yang baik, ia benar-benar memanfaatkan teori "two ways traffic communication". Hal ini sangatlah tepat, khususnya bila diselaraskan dengan kondisi kita selaku birokrat, kita harus senantiasa memiliki pola pikir "turba", turun bawah, sembari menjaring "asmara", aspirasi masyarakat... jaring sering melihat ke atas...ksleo ntar kpala...gimana menurut kawan2???

Arifin Panigoro Raja Minyak Indonesia

Walaupun ia sudah dikenal sebagai pengusaha minyak ternama, namun prinsip dan falsafah hidup untuk selalu berusaha menjaga kepercayaan yang diberikan kepadanya tetap ia junjung tinggi, sehingga "hubungan baik" akan senantiasa terpelihara.... Slain itu ia juga yang menggagas pemikiran untuk melakukan konversi dari BBM kepada gas, karena memang secara riil, stock gas bumi lebih banyak dibandingkan dengan BBM... akhirnya sekarang....memang Pemerintah sudah berfikir ke arah itu..Kan apa gue bilang.....

Senin, 12 Mei 2008

Alim Markus Bos Maspion.

Alim Markus berkata : “Kita harus mengetahui dan menguasai semua bidang pekerjaan, tetapi sebagai pimpinan kita harus bisa Mendelegasikan wewenang."....Memang untuk menjadi seorang generalis yang menguasai smua permasalahan bukanlah hal yang mudah, tetapi dibutuhkan kemauan...terutama kemauan untuk terus belajar dan membaca situasi..bukan begitu fren ??? Buktinya, seperti halnya dalam menangkap peluang bisnis, Markus mengumpamakan memburu burung, dan sebagai pemburu peluang, senjata utama pengusaha adalah permodalan. “Tanpa modal, kan tidak mungkin menjalankan usaha. Modal ini pun harus diakumulasikan, karena dengan modal kecil, usaha yang bisa dimasuki juga kecil,” kata Markus. Sedangkan kemampuan manajemen diibaratkan sebagai kemahiran menembak. “Kita harus aktif. Peluang usaha adalah burung yang harus dikejar,” ujarnya. Nah, dalam memburu peluang itu, ketepatan waktu juga penting. Sebab, kalau tidak tepat, misalnya membidik terlalu lama, bisa saja tiba-tiba burung tersebut terbang dan kesempatan pun menghilang. “Harus punya keberanian untuk menembak pada saat yang tepat,” kata Markus...nah..sekarang tinggal kita yang harus bisa memaknai itu semua dengan cara yang benar dan objektif ???!!!

Abdullah Gymnastiar (AA GYM) Pencetus Manajemen Qolbu

“Kalau kita mau sukses, kunci pertama adalah jujur, dengan bermodalkan kejujuran, orang akan percaya kepada kita. Kedua, professional. Kita harus cakap sehingga siapapun yang memerlukan kita merasa puas dengan yang kita kerjakan. Ketika, inovatif, artinya kita harus mampu menciptakan sesuatu yang baru, jangan hanya menjiplak atau meniru yang sudah ada.” Gimana niy kawan...mantap x falsafah menuju suksesnya...klo hal ini bisa kita laksanakan wow....

Abdul Latief Pengusaha Trendy

Abdul Latief sang "Komandan" dari Alatief Corporation adalah sosok pekerja keras yang tangguh. Ia memiliki pola pikir yang cukup brilian tuk membangun ekonomi kerakyatan. Hal ini terlihat dari beberapa makalahnya seperti pada saat Seminar Pribumi dan Non-Pribumi yang diselenggarakan Editor pada HUT-nya tahun 1991 yang lalu dengan judul "Konsep Mendorong dan Mengembangkan Pengusaha Pribumi” ia mengajukan 4 dasar langkah pemecahan masalah tersebut. Pertama, Political Will pemerintah membantu pengusaha pribumi. Kedua, Konsep yang cocok untuk mengembangkan usaha pribumi yang sejajar dengan non pribumi, bukan konsep Alibaba. Bank pemerintah harus memprioritaskan pemberi kredit kepada pengusaha pribumi. Keempat, semua proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah sepenuhnya diserahkan kepada pengusaha pribumi. Nampak jelas beliau memiliki keprihatinan yang mendalam terhadap desakan "Globalisasi" yang tanpa filter. Ternyata orang "besar" seperti dia masih punya Nasionalisme....Bagaimana dengan kita...sila komen-nya dunk....trims..